♥ Salam Ukhuwah Islamiyah ♥

♥ Salam Ukhuwah Islamiyah ♥♥ Salam Ukhuwah Islamiyah ♥♥ Salam Ukhuwah Islamiyah ♥♥ Salam Ukhuwah Islamiyah ♥

Sabtu, 28 Mei 2016

10 Tema Non Fiksi

1. Cinta
2. Pengabdian
3. Keuangan
4. Kekerasan
5. Pendidikan
6. Mimpi dan Harapan
7. Keliling Dunia
8. Religius
9. Perselingkuhan
10. KDRT Wanita

Rabu, 25 Mei 2016

~ Mengapa Aku bermimpi menjadi penulis?~



Aku teringat dengan sebuah buku kecil pemberian Ibu sepulang beliau mengajar. Sebuah judul buku yang selalu terkenang “Si Burung Kutilang” mungkin saat itu Aku masih duduk di kelas 3 atau 2 Sekola Dasar. Aku tidak suka membaca, Aku lebih suka melihat gambar di setiap halaman buku itu. Aku melihat seekor burung kutilang yang tengah menunggu sang induk pulang dari berburu untuk adik-adiknya makan. Tetapi hutan tiba-tiba mengepulkan asap yang tebal, si burung kutilang bingung harus berbuat apa untuk menyelamatkan adik-adiknya. Sang ibu yang tengah kembali menyuruh Kutilang pergi untuk hidup, tidak ada waktu untuk ibunya menyelamatkan diri beserta adik-adiknya. Itu sebagian cerita Burung Kutilang yang selalu tidak lepas dalam memori hidupku. Sedih dan menangis membaca buku itu, dari sana aku lebih tertarik dengan buku-buku cerita atau dongeng semacamnya.

Aku tidak mengenal siapa penulis buku “Si Burung Kutilang” tetapi aku mengingat cerita yang beliau buat. Terima kasih mewarnai masa kecil yang jauh dari hingar bingar perkotaan. Aku belajar menulis cerita, cerita yang sesuai imajinasi saat kecil. Aku menghabiskan buku bekas yang tidak terpakai untuk dibuat semacam cerita. Mungkin sahabat akan tahu jika masih banyak ibu-ibu di Indonesia yang apabila melihat buku menumpuk kemudian menjualnya alias dikilo. Tetapi tidak apalah, aku masih bisa mencoret-coret bekas buku milik ibu yang tidak terpakai. Hehehe...

Aku termasuk anak yang tidak mempunyai mimpi, keluarga bukan dari kalangan orang berada. Ayah seorang wiraswasta dan Ibu seorang guru dengan gaji minim. Aku mempunyai keluarga yang menyedihkan, karena Ibu berusaha untuk menafkahi aku dan ketiga adik yang masih kecil. Jangan bertanya dimana Ayah berada? Itu semua sebagian rahasia hidup yang aku siapkan untuk menjadikannya sebuah cerita. Karena jika aku menuliskan kisah hidup mengenai kedua orangtua di dalam artikel ini, aku merasa kehilangan sebuah ide dalam buku yang kedua yang Insya Allah ingin diterbitkan. Ini hanya gambaran siapa yang pertama-tama membuat aku termotivasi untuk menjadi penulia, tidak lain adalah kehebatan dari seorang Ibu.

Kemudian dalam masa pencarian jati diri, aku mendapatkan sebuah buku kecil yang bibi dapatkan ketika dia berkunjung ke Perpustakaan Negara di Jakarta, mungkin semacam Festival Book Fair. Buku kecil berukuran setengah dari buku komik yang berjudul “Buku Kecil Inthisari Sufi”. Maaf, jika aku belum bisa membandingkan setiap buku dengan Al-Qur’an (Buku terbaik sepanjang masa) karena itulah kebodohanku selama hidup. Aku buta agama, aku bukan anak yang terdidik dari lingkungan agama. Tetapi aku tahu apa itu dosa dari pengajian-pengajian kecil sebelum aku mendalami ilmu agama. Disanalah aku mulai menitikkan air mata dan aku tahu betapa fakir ilmu ini dalam agama. Isi buku tersebut adalah mengenai cerita dan juga kata-kata para Ulama seperti Syeikh Abdul Qadir, Hasan Al bashri, Jalaludin Rumi, Bayazid Bustami dan masih banyak yang lainnya. Aku semakin terpesona dengan kata cinta, tetapi disini bukan cinta ala remaja atau Film Ada Apa Dengan Cinta yang sedang booming. Disini mereka tuangkan kalimat Rabb (Tuhan), disini tempat para pemuja Allah swt. Kemudian aku melihat sebuah puisi indah milik Rabiah Al Aadawiyah. Aku menemukan kedamaian dalam kehidupan yang penuh dengan buliran air mata. Aku menanti bacaaan yang dapat memberikan aku ketenangan jiwa. Jika teringat semua itu pasti aku akan menangis, karena disanalah pertama kali aku mulai mencari ilmu agama meskipun banyak orang yang menentang dan mencemoohkan. Aku bersabar, karena aku yakin mereka tidak mengerti apa yang sedang aku alami.

Rabiah Al Adawiyah merupakan sosok yang membuat aku heran, kata-kata yang tertulis miliknya ini mengapa mampu menggetarkan jiwa? Mengapa mampu membuat mata ini menangis? Ini hanya sebuah kalimat yang simple, sederhana tetapi maknanya begitu hebat tiada terkira. Disanalah aku mulai belajar menulis dalam jiwa. Biarkan hati memancarkan ketulusan dalam setiap tulisan. Tulisan yang mampu membuat hidup seseorang merubah pola pikir dan pola hidup ke arah yang baik sungguh merupakan tulisan yang ajaib. Mengapa aku katakan ajaib karena hitam diatas putih membuat sebuah jalan hidup bagi pembacanya, membuat sejarah hidup berubah dan semua itu aku syukuri karena itu merupakan anugerah yang Allah berikan untuk merubah hidup ini. Tulisan akan dikenang di setiap orang yang membacanya jika itu benar-benar terlahir dari jiwa yang bersih dan berharap akan kasih sayang-Nya.

Memasuki perkuliahan, aku semakin sibuk dengan membaca buku-buku novel maupun karangan orang lain. Ada beberapa penulis yang membuat diri ini semakin semangat untuk belajar, yaitu Habiburahman El Shirazy yang terkenal lewat Novel dan Film Ayat-Ayat Cinta. Saat itu Film bernuansa religius sedang begitu membludak, kehausan masyarakat akan film yang inspriratip dan juga mendidik terjawab oleh film tersebut. Tetapi aku tidak melihat siapa aktor atau aktris dibalik itu, aku melihat siapa penulis yang berada di belakang itu. Ya, aku kembali berdecak kagum, itu semua karena sebuah tulisan mampu membuat masyarakat Indonesia tahu apa itu ta’aruf bahkan ada juga yang benci karena film itu mengangkat poligami yang sangat kontroversial di kalangan masyarakat atau sedang beken dijadikan topik pembahasan. Itu kehebatan dari sebuah tulisan, membuat aku semakin percaya jika tulisan mampu membuat dunia berubah.

Tetapi sungguh sayang sekitar tahun 2011/2012 Aku mulai ingin membuat sebuah novel mengangkat kisah hidup yang dikatakan pahit dan mengenai sosok Rabiah Al Adawiyah. Disana aku di semangati oleh teman-teman tetapi akhir tahun 2012 adalah kisah yang paling kelam dalam hidup. Aku terpaksa berhenti untuk mengejar cita-cita karena Aku harus menikah sesuai dengan tuntutan keluarga besar. Aku dalam kebimbangan dan sangat depresi, mimpi untuk menjadi penulis harus terhenti. Aku mengabdikan diri untuk mengurus suami, aku fokuskan diri hanya untuk berumah tangga saja. Aku hentikan mimpi dan itu sangat menyedihkan. Aku berfikir jika saat itu aku tidak dapat mengekplor kemampuanku lagi karena banyak sekali yang harus aku atur dalam kehidupan sehari-hari. Di tambah masa kehamilan dan melahirkan membuat aku off dalam dunia tulis menulis. Sakit hati yang aku rasakan, sungguh tiada berguna hidup ini, tetapi semua itu aku lakukan untuk menjadi istri yang baik bagi suami dan Allah sangat meridhoi jikalau aku mengabdikan diri untuk suami dan anak. Aku takut suami tidak mendukung mimpi menjadi penulis dan itu membuat hati semakin kecewa. Aku tidak mau kehidupan rumah tangga terbengkalai jika aku menjadi penulis. Aku berusaha menutupi semua itu, dan suami tidak pernah tahu jika aku telah menulis beberapa bab dalam laptopnya. Bukan waktu yang singkat memendam rasa ini, 3 tahun merupakan waktu yang sangat panjang untuk aku kembali mendapatkan panggilan jiwa ini. Cerita yang aku tuliskan seakan menjerit dan memohon untuk aku kembali dalam kehidupannya. Sebenarnya aku masih aktif dalam sebuah halaman di facebook, tetapi semua itu tidak dapat menjadikan aku apa-apa. Aku ingin sesuatu yang lebih seperti para ulama lakukan, setidaknya dalam hidup mampu membuat satu buku untuk orang kenang. Aku termotivasi kembali setelah ikut dalam grup kepenulisan di facebook “Komunitas Bisa Menulis”. Disana aku mengenal para penulis hebat, dan aku sangat kagum dengan Bunda Asma Nadia yang menjadikan rumah tangga bukan sebuah halangan untuk terus menulis. Aku mulai memberanikan diri untuk berbicara pada suami, dan sungguh diluar dugaan suami mendukung untuk menjadi penulis. Mengapa baru kali ini aku menanyakan hal ini? Suamiku bukanlah tipe laki-laki yang possesiv dan overprotect terhadap pasangan. Dia akan selalu mengijikan aku terhadap kegiatan yang menurutnya positif. Mungkin inilah jalan Allah untuk aku kembali melukis mimpi yang warnanya telah luntur karena rasa bimbang dan ketidakpercayaan diri.

Aku memberikan alasan kepada suami, aku ingin dikenang oleh anak-anakku kelak. Dalam hati aku mengucapkan “Aku ingin dikenang oleh suamiku dan anak-anak jika diri ini tiada”. Aku ingin menjadi bagian dalam sejarah. Bagaikan bintang yang bertaburan, aku adalah salah satu dari jutaan bintang yang menghiasi indahnya malam. Aku ingin putraku tahu jika ibunya memiliki semangat ini, aku ingin dia terus melanjutkan cita-cita ini menjadi penulis. Aku ingin dia mengikuti jejak hidup ini, aku telah gambarkan semua itu dalam buku pertama “Di Atas Langit Cinta”. Anakku akan menjadi pengabdi Tuhan, dia akan menjadi nyawa di buku tersebut karena menjadikan Allah sebagai satu-satunya jalan untuk ia kembali. Jika Ulama memilik satu kitab yang sangat bermanfaat bagi umat islam, maka aku mempunyai cerita yang harus bermanfaat untuk umat. Aku tidak dapat mengarang sebuah buku yang bertujuan untuk pendidikan seperti ulama lakukan, karena ilmu yang mereka miliki jauh lebih unggul dan kita tidak bisa memberikan ilmu yang salah tafsir. Semua itu membahayakan bagi orang-orang yang awam, sehingga aku putuskan untuk berfikir bagaimana aku membuat sebuah tulisan mendidik tetapi tidak terlepas dari kehidupan sebagai muslim yang baik. Aku bukan Profesor atau dosen yang bisa membuat sebuah buku panduan untuk murid-muridnya, aku hanyalah diri yang ingin berbagi ilmu lewat tulisan agar mereka memetik hikmah dan dapat mengamalkannya dikehidupan sehari-hari. Insya Allah.... terima kasih Allah Tuhanku....



Minggu, 22 Mei 2016

Novel Di Atas Langit Cinta

Assalamu'alaikum...

Akhirnya aku kembali ke dunia persilatan tulis menulis #tepuktangansendiri...
Beberapa Tahun ini saya benar-benar tidak menyentuh alas tulis. Pasti para pembaca sangat heran kenapa saya off begitu lama. Hmmm... sadness memories mungkin kalimat itu yang bisa mewakili jawaban saya. Hidup akan terus berproses hingga saya mendapat dukungan kembali dari suami saya untuk melanjutkan cita-cita yang terbengkalai...

Muncul kembali di Tahun 2016  dengan sebuah buku yang tentunya belum familiar di dengar banyak orang, namanya baru terbit.

Awal mula menulis novel "Di Atas Langit Cinta" ini pada tahun 2012 silam, dengan berbekal rasa semangat dari seorang teman. Pertama saya memberi judul "I'm Rawiyah, I'm not Rabiah Al Adawiyah". Jelas sekali saya memberi nama pada tokoh utama adalah Rawiyah sesosok gadis remaja yang mencintai dunia kesufian terutama kepada sosok Rabiah Al Adawiyah. Sebenarnya ini cerita dalam hidup saya, tetapi saya menutup rapat-rapat beberapa privasi agar melindungi orang-orang yang terlibat dalam kehidupan saya. 

Rabiah Al Adawiyah adalah seorang wanita taat beribadah, tetapi karena cobaan kehidupan dan kemiskinan dia menjadi seorang pelayan sultan. Mungkin pembaca sekalian tahu jika di Arab terkenal dengan sebutan "Hamba Sahaya". Ya, Rabiah adalah seorang budak, tetapi dia tidak pernah berputus asa untuk menjaga keimanannya. Jika saya ingin mengungkap cerita beliau, saya harus pergi ke Bashrah dan melihat kisahnya secara nyata. Oleh sebab itu saya buat sebuah cerita mengenai seorang wanita yang begitu tertarik akan cinta yang Rabiah sampaikan lewat beberapa puisi. 

Jika anda membaca dan melihat blog ini pasti akan menyangka jika Rawiyah adalah saya pribadi. Tentu itu saya tetapi dengan cerita yang berbeda. 

Pada tanggal 5 Maret 2016, saya segera selesaikan novel yang berlarut-larut tenggelam dalam kesedihan saya. Pertama saya ingin mengirim buku ini ke penerbit besar seperti gramedia atau mizan. Mungkin saya tidak percaya diri, karena melihat kenyataan banyak sekali para penulis yang jauh lebih hebat dari saya. Saya belum bisa mengatakan diri saya penulis, saya penuh dengan keraguan atau bahasa kekiniannya adalah GALAU. Saya mencari penerbit yang lebih kepada self pubhlising, dan jangan tanya apa itu self pubhlishing (tanya mbah google saja). Mari kita ke topik semula mengenai Novel Di Atas Langit Cinta.

Saya memang tidak menarget diri saya untuk menjual secara banyak buku ini, karena ketika novel saya menjadi satu buku terbitan sungguh bahagianya diri ini. Melihat karya sendiri di patenkan dengan no isbn membuat saya bangga dan terus bercita-cita untuk membuat karya yang lain.

Novel Di Atas Langit Cinta akan menyuguhkan cerita cinta tapi tidak seperti kebanyakan cinta yang saya suguhkan jauh lebih tinggi dibandingkan cinta kepada manusia. Disini akan menjadi perjalanan panjang Rawiyah dalam meniti ketaatan terhadap Tuhan. Dia selalu berusaha untuk tidak mengenal sosok pria atau pacaran seperti orang pada umumnya. Dia jauh lebih tertarik mendalami apa itu cinta kepada Tuhan. Oleh sebab itu Rawiyah terjebak dalam kebuntuan diri sebagai seorang wanita. Dia pernah mencintai sosok yang bernama laki-laki tetapi hanya mampu memendaamnya karena ketaatan pada Tuhan. Kesedihan melanda dirinya ketika sang pujaan hati menikah dengan sahabat karibnya. Dia semakin memutuskan diri untuk mematahkan akalnya seperti yang Rabiah Al Adawiyah lakukan untuk tidak mencintai makhluk.

Heehee, semakin penasaran dengan cerita ini bukan? Ayo dapatkan segera novel ini....