Mari bahas taqwa bukan sekedar menurut Ilmunya, tetapi perenungannya...
Taqwa bermakna mengambil tindakan penjagaan dan pemeliharaan diri, sedangkan menurut syara' taqwa berari menjaga dan memelih
ara diri dari siksa dan murka Allah dengan jalan mentaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Sedangkan menurut ahli tasawuf bahwa taqwa itu ialah membentengi diri dari siksa Allah dengan jalan taat kepada-Nya.
Menurut Fuqaha (Ahli Fiqih) bahwa taqwa berarti menjaga diri dari segala sesuatu yang meibatkan diri kepada dosa.
Orang yang paling baik disisi Allah swt adalah yang paling bertaqwa, berdasarkan firman Allah swt,
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.” (Al-Hujurat: 13)
Mari kita jelaskan perenungan mengenai makna disisi Allah, kita mengartikan disisi merupakan suatu jarak terdekat seperti sisi samping, depan dan belakang. Itu berlaku bagi akal kita yang mencoba memahaminya.
Sedangkan disisi Allah, merupakan jarak terdekat, seolah-olah jarak antara manusia dan manusia yang berjalan dengan bersamaan. Jarak terdekat yang di maksudkan disini adalah jarak bagi yang bertaqwa.
Jarak dekat manusia dengan manusia lainnya membuat adanya saling mengerti dan memahami, mendengar, melihat dan bahkan melakukan tindakan-tindakan perbuatan karena kedekatannya.
Begitupula dengan Allah swt yang sudah dekat dengan hamba-Nya yang bertaqwa, Dia Maha Mendengar mengabulkan segala permintaannya, Dia Maha melihat setiap perbuatan hamba-Nya yang bertaqwa, bertindak mengawasi karena melakukan penjagaan atas diri hamba tersebut karena Maha Pengasih dan Penyayang-Nya.
Sehingga tiada kekeliruan untuk memahami maksud disisi-Nya tersebut, seperti kebanyakan kaum tersesat awwam yang menyatakan bahwa Allah karena dekatnya hingga bersatu dalam dirinya. Disisi-Nya adalah derajat bagi orang-orang yang bertaqwa, semoga Allah memberikan hidayah (Wallahu 'alam hanya Allah Yang Memiliki Kebenaran)
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِيْ عَنِّي فَإِنِّيْ قَرِيْبٌ أُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيْبُوْا لِيْ وَلْيُؤْمِنُوْا بِيْ لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُوْنَ
“ Dan jika hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, katakan bahwa sesungguhnya Aku dekat. Aku akan mengabulkan do’a orang yang berdo’a jika ia meminta kepadaKu. Maka hendaknya mereka memenuhi seruanKu dan beriman kepadaKu supaya mereka mendapatkan petunjuk “(Q.S. AlBaqoroh :186.)
Untuk itu kita harus terus belajar dan belajar, kembali kepada Taqwa. Khalifah Umar Bin Abdul Aziz berkata, "Shaum pada siang hari, berjaga untuk shalat serta berdzikir sepanjang malam atau mengejakan keduanya disiang dan malam belum dapat dikatakan taqwa yang sempurna. Taqwa berarti meninggalkan segala yang diharamkan Allah swt, dan menunaikan segala yang di fardhukannya."
Sedangkan Abdu Darda berkata, "Taqwa seseorang yang dikatakan sempurna apabila orang tersebut telah menjaga diri dari perbuatan dosa walaupun sebesar biji sawi, bahkan meninggalkan hal-hal yang syubhat."
kesimpulannya, kita perlu mengusahakan untuk menjadi orang yang bertaqwa, secara langsung ataupun mulai dari beberapa fase-fase perubahan ke arah taqwa. Usaha merupakan modal awal untuk senantiasa dipandang oleh Allah swt, karena hasil ditentukan oleh-Nya. Tetapi tidak akan ada hasil baik tanpa dilakukan dengan baik pula, bahkan dalam meraih hasil tersebut kita harus menghadapi segala uji dan coba.
Hal yang paling bijaksana di dalam era zaman seperti ini adalah teruslah berusaha menjadi semakin lebih baik dari sebelumnya, sempurna ataupun tidak sempurna kita, hanya Allah yang berhak menilai-Nya, terus raih ridho dan Rahmat-Nya. Jangan terpedaya oleh bisikan syetan ataupun manusia yang mencoba kita untuk semakin jauh dari petunjuk-Nya. (Wallahu 'alam bisawwab)
Sedangkan menurut ahli tasawuf bahwa taqwa itu ialah membentengi diri dari siksa Allah dengan jalan taat kepada-Nya.
Menurut Fuqaha (Ahli Fiqih) bahwa taqwa berarti menjaga diri dari segala sesuatu yang meibatkan diri kepada dosa.
Orang yang paling baik disisi Allah swt adalah yang paling bertaqwa, berdasarkan firman Allah swt,
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.” (Al-Hujurat: 13)
Mari kita jelaskan perenungan mengenai makna disisi Allah, kita mengartikan disisi merupakan suatu jarak terdekat seperti sisi samping, depan dan belakang. Itu berlaku bagi akal kita yang mencoba memahaminya.
Sedangkan disisi Allah, merupakan jarak terdekat, seolah-olah jarak antara manusia dan manusia yang berjalan dengan bersamaan. Jarak terdekat yang di maksudkan disini adalah jarak bagi yang bertaqwa.
Jarak dekat manusia dengan manusia lainnya membuat adanya saling mengerti dan memahami, mendengar, melihat dan bahkan melakukan tindakan-tindakan perbuatan karena kedekatannya.
Begitupula dengan Allah swt yang sudah dekat dengan hamba-Nya yang bertaqwa, Dia Maha Mendengar mengabulkan segala permintaannya, Dia Maha melihat setiap perbuatan hamba-Nya yang bertaqwa, bertindak mengawasi karena melakukan penjagaan atas diri hamba tersebut karena Maha Pengasih dan Penyayang-Nya.
Sehingga tiada kekeliruan untuk memahami maksud disisi-Nya tersebut, seperti kebanyakan kaum tersesat awwam yang menyatakan bahwa Allah karena dekatnya hingga bersatu dalam dirinya. Disisi-Nya adalah derajat bagi orang-orang yang bertaqwa, semoga Allah memberikan hidayah (Wallahu 'alam hanya Allah Yang Memiliki Kebenaran)
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِيْ عَنِّي فَإِنِّيْ قَرِيْبٌ أُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيْبُوْا لِيْ وَلْيُؤْمِنُوْا بِيْ لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُوْنَ
“ Dan jika hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, katakan bahwa sesungguhnya Aku dekat. Aku akan mengabulkan do’a orang yang berdo’a jika ia meminta kepadaKu. Maka hendaknya mereka memenuhi seruanKu dan beriman kepadaKu supaya mereka mendapatkan petunjuk “(Q.S. AlBaqoroh :186.)
Untuk itu kita harus terus belajar dan belajar, kembali kepada Taqwa. Khalifah Umar Bin Abdul Aziz berkata, "Shaum pada siang hari, berjaga untuk shalat serta berdzikir sepanjang malam atau mengejakan keduanya disiang dan malam belum dapat dikatakan taqwa yang sempurna. Taqwa berarti meninggalkan segala yang diharamkan Allah swt, dan menunaikan segala yang di fardhukannya."
Sedangkan Abdu Darda berkata, "Taqwa seseorang yang dikatakan sempurna apabila orang tersebut telah menjaga diri dari perbuatan dosa walaupun sebesar biji sawi, bahkan meninggalkan hal-hal yang syubhat."
kesimpulannya, kita perlu mengusahakan untuk menjadi orang yang bertaqwa, secara langsung ataupun mulai dari beberapa fase-fase perubahan ke arah taqwa. Usaha merupakan modal awal untuk senantiasa dipandang oleh Allah swt, karena hasil ditentukan oleh-Nya. Tetapi tidak akan ada hasil baik tanpa dilakukan dengan baik pula, bahkan dalam meraih hasil tersebut kita harus menghadapi segala uji dan coba.
Hal yang paling bijaksana di dalam era zaman seperti ini adalah teruslah berusaha menjadi semakin lebih baik dari sebelumnya, sempurna ataupun tidak sempurna kita, hanya Allah yang berhak menilai-Nya, terus raih ridho dan Rahmat-Nya. Jangan terpedaya oleh bisikan syetan ataupun manusia yang mencoba kita untuk semakin jauh dari petunjuk-Nya. (Wallahu 'alam bisawwab)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar